pojokkantor

Just another WordPress.com site

YANG TAK PERNAH BERAKHIR

Marsinah lahir tanggal 10 April 1969. Anak nomor dua dari tiga bersaudara ini merupakan buah kasih antara Sumini dan Mastin. Sejak usia tiga tahun, Marsinah telah ditinggal mati oleh ibunya. Bayi Marsinah kemudian diasuh oleh neneknya—Pu’irah—yang tinggal bersama bibinya—Sini—di desa Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur.

Pendidikan dasar ditempuhnya di SD Karangasem 189, Kecamatan Gondang. Sedang pendidikan menengahnya di SMPN 5 Nganjuk. Sedari kecil, gadis berkulit sawo matang itu berusaha mandiri. Menyadari nenek dan bibinya kesulitan mencari kebutuhan sehari-hari, ia berusaha memanfaatkan waktu luang untuk mencari penghasilan dengan berjualan makanan kecil.

Di lingkungan keluarganya, ia dikenal anak rajin. Jika tidak ada kegiatan sekolah, ia biasa membantu bibinya memasak di dapur. Sepulang dari sekolah, ia biasa mengantar makanan untuk pamannya di sawah. “Dia sering mengirim bontotan ke sawah untuk saya. Kalau panas atau hujan, biasanya anak itu memakai payung dari pelepah pisang,” kenang Suradji, pamannya Marsinah sambil menerawang. Berbeda dengan teman sebayanya yang lebih suka bermain-main, ia mengisi waktu dengan kegiatan belajar dan membaca. Kalaupun keluar, paling-paling dia hanya pergi untuk menyaksikan siaran berita televisi.

Ketika menjalani masa sekolah menengah atas, Marsinah mulai mandiri dengan mondok di kota Nganjuk. Selama menjadi murid SMA Muhammadiyah, ia dikenal sebagai siswa yang cerdas. Semangat belajarnya tinggi dan ia selalu mengukir prestasi dengan peringkat juara kelas. Jalan hidupnya menjadi lain, ketika ia terpaksa harus menerima kenyataan bahwa ia tidak punya cukup biaya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. “Dia ingin sekolah di IKIP. Tapi, uang siapa untuk membiayai di perguruan tinggi itu,” ujar kakek Marsinah.

Pergi meninggalkan desa adalah sebuah langkah hidup yang sulit terelakan. Kesempatan kerja di pedesaan semakin sempit. Ujungnya adalah tidak ada pilihan lagi selain pergi ke kota. Maka ia berusaha mengirimkan sejumnlah lamaran ke berbagai perusahaan di Surabaya, Mojokerto, dan gresik. Akhirnya ia diterima di pabrik sepatu BATA di Surabaya tahun 1989. setahun kemudian ia pindah ke pabrik arloji Empat Putra Surya di Rungkut Industri, sebelum akhirnya ia pindah mengikuti perusahaan tersebut yang membuka cabang di Siring, Porong, Sidoarjo. Marsinah adalah generasi pertama dari keluarganya yang menjadi buruh pabrik.

Kegagalan meneruskan ke perguruan tinggi bukannya membuat semangat belajarnya padam. “Mbak Marsinah berkeyakinan bahwa pengetahuan itu mampu mengubah nasib seseorang,” ujar salah seorang temannya. Karena itu, untuk menambah pengetahuan dan keterampilan, Marsinah mengikuti kursus komputer dan bahasa Inggris di Dian Institut, Sidoarjo. Kursus komputer dengan paket Lotus dan Word Processor sempat dirampungkan beberapa waktu sebelum ia meninggal. Semangat belajar yang tinggi juga tampak dari kebiasaannya menghimpun rupa-rupa informasi. Ia suka mendengarkan warta berita, baik lewat radio maupun televisi. Minat bacanya juga tinggi. Saking senangnya membaca, ia terpaksa memakai kacamata. Pada waktu-waktu luang, ia seringkali membuat kliping koran. Malahan untuk kegiatan yang satu ini ia bersedia menyisihkan sebagian penghasilannya untukmembeli koran dan majalah bekas, meskipun sebenarnya penghasilannya pas-pasan untuk menutup biaya hidup.

Ia dikenal sebagai seorang pendiam, lugu, ramah, supel, tingan tangan dan setia kawan. Ia sering dimintai nasihat mengenai berbagai persoalan yang dihadapi kawan-kawannya. Kalau ada kawan yang sakit, ia selalu menyempatkan diri untuk menjenguk. Selain itu ia seringkali membantu kawan-kawannya yang diperlakukan tidak adil oleh atasan. Ia juga dikenal sebagai seorang pemberani.

Paling tidak dua sifat yang terakhir disebut—pemberani dan setia kawan—inilah yang membekalinya menjadi pelopor perjuangan. Pada pertengahan April 1993, para buruh PT. CPS (Catur Putra Surya)—pabrik tempat kerja Marsinah—resah karena ada kabar kenaikan upah menurut Sudar Edaran Gubernur Jawa Timur. Dalam surat itu termuat himbauan pada para pengusaha untuk menaikkan upah buruh sebesar 20% dari upah pokok. Pada minggu-minggu tersebut, Pengurus PUK-SPSI PT. CPS mengadakan pertemuan di setiap bagian untuk membicarakan kenaikan upah sesuai dengan himbauan dalam Surat Edaran Gubernur.

Keresahan tersebut akhirnya berbuah perjuangan. Pada tanggal 3 Mei 1993 seluruh buruh PT. CPS tidak masuk kerja, kecuali staf dan para Kepala Bagian. Sebagian buruh bergerombol dan mengajak teman-teman mereka untuk tidak masuk kerja. Hari itu juga, Marsinah pergi ke kantor Depnaker Surabaya untukmencari data tentang daftar upah pokok minimum regional. Data inilah yang ingin Marsinah perlihatkan kepada pihak pengusaha sebagai penguat tuntutan pekerja yang hendak mogok.

Tanggal 4 Mei 1993 pukul 07.00 para buruh PT. CPS melakukan unjuk rasa dengan mengajukan 12 tuntutan. Seluruh buruh dari ketiga shift serentak masuk pagi dan mereka bersama-sama memaksa untuk diperbolehkan masuk ke dalam pabrik. Satpam yang menjaga pabrik menghalang-halangi para buruh shift II dan shift III. Tidak ketinggalan, para satpam juga mengibas-ibaskan tongkat pemukul serta merobek poster dan spanduk para pengunjuk rasa sambil meneriakan tuduhan PKI kepada para pengunjuk rasa.

Bangkitnya Keberanian

Suasana kota yang penuh dengan persaingan telah membuat setiap orang yang tinggal didalamnya untuk menjadi keras. Apalagi kehidupan buruh-buruh di pabrik yang setiap hari dikejar-kejar target produksi yang telah ditetapkan sepihak oleh pengusaha. Maka menjadi tidak mengherankan bahwa Marsinah, gadis desa yang lugu, lalu tidak canggung berdiri di barisan terdepan pengunjuk rasa. Sebuah keberanian telah menggusur kepasrahan pada nasib!

Semakin merebak jumlah aksi pemogokan di berbagai kota industri menjadi bukti ketidakpuasan. Pabrik, gedung Dewan Perwakilan Rakyat, instansi-instansi pemerintah yang berurusan dengan masalah perburuhan, dan jalanan-jalanan kota menjadi panggung yang mementaskan keresahan kaum buruh yang tak kunjung terhenti. Menurut berita, di Jawa Timur tercatat 155 pemogokan yang semuanya dihadapi tentara.

Aparat dari koramil dan kepolisian sudah berjaga-jaga di perusahaan sebelum aksi berlangsung. “Ya sudah, kalau teman-teman tidak diperbolehkan masuk, keamanan saya serahkan kepada bapak, kami sekarang hendak berunding dengan pengusaha!”, ucapnya pada salah seorang aparat keamanan.

Perundingan berjalan dengan hangat. Dalam perundingan tersebut, sebagaimana dituturkan kawan-kawannya. Marsinah tampak bersemangat menyuarakan tuntutan. Dialah satu-satunya perwakilan dari buruh yang tidak mau mengurangi tuntutan. Khususnya tentang tunjangan tetap yang belum dibayarkan pengusaha dan upah minimum sebesar Rp. 2.250,- per hari sesuai dengan kepmen 50/1992 tentang Upah Minimum Regional. Setelah perundingan yang melelahkan tercapailah kesepakatan bersama.

Berakhirkah pertentangan antara buruh dengan pengusaha? Ternyata tidak! Tanggal 5 Mei 1993, 13 buruh dipanggil kodim Sidoarjo. Pemanggilan itu diterangkan dalam surat dari kelurahan Siring. Tanpa babibu, tentara mendesak agar ke-13 buruh itu menandatangani surat PHK. Para buruh terpaksa menerima PHK karena tekanan fisik dan psikologis yang bertubi-tubi. Dua hari kemudian menyusul 8 buruh di-PHK di tempat yang sama. Sungguh! Hukum menjadi kehilangan gigi ketika senapan tentara ikut bermain.

Marsinah sadar betul bahwa peristiwa yang menimpa kawan-kawannya adalah suatu keniscayaan di negeri milik pengusaha ini. Dari kliping-kliping surat kabar yang diguntingnya, dari keluhan-keluhan kawan-kawannya se pabrik, dari kemarahan-kemarahan yang teriakkan, dan dari apa yang ia lihat dengan mata kepala sendiri, semuanya memberinya pengetahuan tentang ketidakberesan yang melanda segala lapisan dalam masyarakat kita.

Kemarahannya meledak saat mengetahui perlakuan tentara kepada kawan-kawannya. “Saya tidak terima! Saya mau (melapor) ke paklik saya yang jadi jaksa di Surabaya!” teriak Marsinah gusar. Dengan gundah ia raih surat panggilan kodim milik salah seorang kawannya, lantas pergi.

Kemana perginya Marsinah? Tidak ada yang tahu. Yang pasti, Marsinah tidak lagi terlihat di pabrik tempat ia bekerja.

Awal Kebangkitan

Marsinah telah mati. Mayatnya ditemukan di gubuk petani dekat hutan Wilangan, Nganjuk tanggal 9 Mei 1993. Ia yang tidak lagi bernyawa ditemukan tergeletak dalam posisi melintang. Sekujur tubuhnya penuh luka memar bekas pukulan benda keras. Kedua pergelangannya lecet-lecet, mungkin karena diseret dalam keadaan terikat. Tulang panggulnya hancur karena pukulan benda keras berkali-kali. Di sela-sela pahanya ada bercak-bercak darah, diduga karena penganiayaan dengan benda tumpul. Pada bagian yang sama menempel kain putih yang berlumuran darah. Mayatnya ditemukan dalam keadaan lemas, mengenaskan.

Marsinah adalah sosok perjuangan yang telah dihancurkan oleh sebuah ketakutan dan kecurigaan. Tapi kita tidak bisa mengingkari bahwa jiwanya tidak bisa dipenjara. Jiwanya akan membumbung tinggi untuk berubah menjadi lidah-lidah api yang akan menghanguskan segala bentuk ketidakadilan.

Anak-anak desa yang menemukan Marsinah, dan kita, menjadi saksi. Sekarang atau esok, anak-anak itu dan kita akan terus bersaksi dan bercerita tentang ketidakadilan, tentang gugurnya seorang buruh pejuang, tentang buruh perempuan yang tidak ragu untuk kehilangan nyawanya demi keyakinannya tentang kebenaran

Catatan Sedih Seorang B.J Habibie

Pada usianya 74 tahun, mantan Presiden RI, BJ Habibie secara mendadak mengunjungi fasilitas Garuda Indonesia didampingi oleh putra sulung, Ilham Habibie dan keponakannya(?), Adri Subono, juragan Java Musikindo.

Kunjungan beliau dan rombongan disambut oleh President & CEO, Bapak Emirsyah Satar disertai seluruh Direksi dan para VP serta Area Manager yang sedang berada di Jakarta.

Dalam kunjungan ini, diputar video mengenai Garuda Indonesia Experience dan presentasi perjalanan kinerja Garuda Indonesia sejak tahun 2005 hingga tahun 2015 menuju Quantum Leap.

Sebagai “balasan” pak Habibie memutarkan video tentang penerbangan perdana N250 di landasan bandara Husein Sastranegara, IPTN Bandung tahun 1995 (tujuh belas tahun yang lalu!).

Entah, apa pasalnya dengan memutar video ini?

Video N250 bernama Gatotkaca terlihat roll-out kemudian tinggal landas secara mulus di-escort oleh satu pesawat latih dan sebuah pesawat N235. Pesawat N250 jenis Turboprop dan teknologi glass cockpit dengan kapasitas 50 penumpang terus mengudara di angkasa Bandung.

Dalam video tsb, tampak hadirin yang menyaksikan di pelataran parkir, antara lain Presiden RI Bapak Soeharto dan ibu, Wapres RI bapak Soedarmono, para Menteri dan para pejabat teras Indonesia serta para teknisi IPTN. Semua bertepuk tangan dan mengumbar senyum kebanggaan atas keberhasilan kinerja N250. Bapak Presiden kemudian berbincang melalui radio komunikasi dengan pilot N250 yang di udara, terlihat pak Habibie mencoba mendekatkan telinganya di headset yang dipergunakan oleh Presiden Soeharto karena ingin ikut mendengar dengan pilot N250.

N250 sang Gatotkaca kembali pangkalan setelah melakukan pendaratan mulus di landasan………………

Di hadapan kami, BJ Habibie yang berusia 74 tahun menyampaikan cerita yang lebih kurang sbb:

“Dik, anda tahu…………..saya ini lulus SMA tahun 1954!” beliau membuka pembicaraan dengan gayanya yang khas penuh semangat dan memanggil semua hadirin dengan kata “Dik” kemudian secara lancar beliau melanjutkan……………..“Presiden Soekarno, Bapak Proklamator RI, orator paling unggul, …….itu sebenarnya memiliki visi yang luar biasa cemerlang! Ia adalah Penyambung Lidah Rakyat! Ia tahu persis sebagai Insinyur………Indonesia dengan geografis ribuan pulau, memerlukan penguasaan Teknologi yang berwawasan nasional yakni Teknologi Maritim dan Teknologi Dirgantara. Kala itu, tak ada ITB dan tak ada UI. Para pelajar SMA unggulan berbondong-bondong disekolahkan oleh Presiden Soekarno ke luar negeri untuk menimba ilmu teknologi Maritim dan teknologi dirgantara. Saya adalah rombongan kedua diantara ratusan pelajar SMA yang secara khusus dikirim ke berbagai negara. Pendidikan kami di luar negeri itu bukan pendidikan kursus kilat tapi sekolah bertahun-tahun sambil bekerja praktek. Sejak awal saya hanya tertarik dengan ‘how to build commercial aircraft’ bagi Indonesia. Jadi sebenarnya Pak Soeharto, Presiden RI kedua hanya melanjutkan saja program itu, beliau juga bukan pencetus ide penerapan ‘teknologi’ berwawasan nasional di Indonesia. Lantas kita bangun perusahaan-perusahaan strategis, ada PT PAL dan salah satunya adalah IPTN.

Sekarang Dik,…………anda semua lihat sendiri…………..N250 itu bukan pesawat asal-asalan dibikin! Pesawat itu sudah terbang tanpa mengalami ‘Dutch Roll’ (istilah penerbangan untuk pesawat yang ‘oleng’) berlebihan, tenologi pesawat itu sangat canggih dan dipersiapkan untuk 30 tahun kedepan, diperlukan waktu 5 tahun untuk melengkapi desain awal, satu-satunya pesawat turboprop di dunia yang mempergunakan teknologi ‘Fly by Wire’ bahkan sampai hari ini. Rakyat dan negara kita ini membutuhkan itu! Pesawat itu sudah terbang 900 jam (saya lupa persisnya 900 atau 1900 jam) dan selangkah lagi masuk program sertifikasi FAA. IPTN membangun khusus pabrik pesawat N250 di Amerika dan Eropa untuk pasar negara-negara itu.Namun, orang Indonesia selalu saja gemar bersikap sinis dan mengejek diri sendiri ‘apa mungkin orang Indonesia bikin pesawat terbang?’

Tiba-tiba, Presiden memutuskan agar IPTN ditutup dan begitu pula dengan industri strategis lainnya.

Dik tahu…………….di dunia ini hanya 3 negara yang menutup industri strategisnya, satu Jerman karena trauma dengan Nazi, lalu Cina (?) dan Indonesia………….

Sekarang, semua tenaga ahli teknologi Indonesia terpaksa diusir dari negeri sendiri dan mereka bertebaran di berbagai negara, khususnya pabrik pesawat di Bazil, Canada, Amerika dan Eropa…………….

Hati siapa yang tidak sakit menyaksikan itu semua…………………?

Saya bilang ke Presiden, kasih saya uang 500 juta Dollar dan N250 akan menjadi pesawat yang terhebat yang mengalahkan ATR, Bombardier, Dornier, Embraer dll dan kita tak perlu tergantung dengan negara manapun.

Tapi keputusan telah diambil dan para karyawan IPTN yang berjumlah 16 ribu harus mengais rejeki di negeri orang dan gilanya lagi kita yang beli pesawat negara mereka!”

Pak Habibie menghela nafas…………………..

Ini pandangan saya mengenai cerita pak Habibie di atas;

Sekitar tahun 1995, saya ditugaskan oleh Manager Operasi (JKTOF) kala itu, Capt. Susatyawanto untuk masuk sebagai salah satu anggota tim Airline Working Group di IPTN dalam kaitan produksi pesawat jet sekelas B737 yang dikenal sebagai N2130 (kapasitas 130 penumpang). Saya bersyukur, akhirnya ditunjuk sebagai Co-Chairman Preliminary Flight Deck Design N2130 yang langsung bekerja dibawah kepala proyek N2130 adalah Ilham Habibie. Kala itu N250 sedang uji coba terus-menerus oleh penerbang test pilot (almarhum) Erwin.

Saya turut mendesain rancang-bangun kokpit N2130 yang serba canggih berdasarkan pengetahuan teknis saat menerbangkan McDonnel Douglas MD11. Kokpit N2130 akan menjadi mirip MD11 dan merupakan kokpit pesawat pertama di dunia yang mempergunakan LCD pada panel instrumen (bukan CRT sebagaimana kita lihat sekarang yang ada di pesawat B737NG). Sebagian besar fungsi tampilan layar di kokpit juga mempergunakan “track ball atau touch pad” sebagaimana kita lihat di laptop.

N2130 juga merupakan pesawat jet single aisle dengan head room yang sangat besar yang memungkinkan penumpang memasuki tempat duduk tanpa perlu membungkukkan badan. Selain high speed sub-sonic, N2130 juga sangat efisien bahan bakar karena mempergunakan winglet, jauh sebelum winglet dipergunakan di beberapa pesawat generasi masa kini.

Saya juga pernah menguji coba simulator N250 yang masih prototipe pertama……………..

N2130 narrow body jet engine dan N250 twin turboprop, keduanya sangat handal dan canggih kala itu………bahkan hingga kini.

Lamunan saya ini, berkecamuk di dalam kepala manakala pak Habibie bercerita soal N250, saya memiliki kekecewaan yang yang sama dengan beliau, seandainya N2130 benar-benar lahir………….kita tak perlu susah-susah membeli B737 atau Airbus 320.

Pak Habibie melanjutkan pembicaraannya………………..

“Hal yang sama terjadi pada prototipe pesawat jet twin engines narrow body, itu saya tunjuk Ilham sebagai Kepala Proyek N2130. Ia bukan karena anak Habibie, tapi Ilham ini memang sekolah khusus mengenai manufakturing pesawat terbang, kalau saya sebenarnya hanya ahli dalam bidang metalurgi pesawat terbang. Kalau saja N2130 diteruskan, kita semua tak perlu tergantung dari Boeing dan Airbus untuk membangun jembatan udara di Indonesia”.

“Dik, dalam industri apapun kuncinya itu hanya satu QCD,

? Q itu Quality, Dik, anda harus buat segala sesuatunya berkualitas tinggi dan konsisten? C itu Cost, Dik, tekan harga serendah mungkin agar mampu bersaing dengan produsen sejenis? D itu Delivery, biasakan semua produksi dan outcome berkualitas tinggi dengan biaya paling efisien dan disampaikan tepat waktu!Itu saja!”

Pak Habibie melanjutkan penjelasan tentang QCD sbb:

“Kalau saya upamakan, Q itu nilainya 1, C nilainya juga 1 lantas D nilainya 1 pula, jika dijumlah maka menjadi 3. Tapi cara kerja QCD tidak begitu Dik………….organisasi itu bekerja saling sinergi sehingga yang namanya QCD itu bisa menjadi 300 atau 3000 atau bahkan 30.000 sangat tergantung bagaimana anda semua mengerjakannya, bekerjanya harus pakai hati Dik………………”

Tiba-tiba, pak Habibie seperti merenung sejenak mengingat-ingat sesuatu ………………………

“Dik, ……….saya ini memulai segala sesuatunya dari bawah, sampai saya ditunjuk menjadi Wakil Dirut perusahaan terkemuka di Jerman dan akhirnya menjadi Presiden RI, itu semua bukan kejadian tiba-tiba. Selama 48 tahun saya tidak pernah dipisahkan dengan Ainun, ………..ibu Ainun istri saya. Ia ikuti kemana saja saya pergi dengan penuh kasih sayang dan rasa sabar. Dik, kalian barangkali sudah biasa hidup terpisah dengan istri, you pergi dinas dan istri di rumah, tapi tidak dengan saya. Gini ya…………saya mau kasih informasi……….. Saya ini baru tahu bahwa ibu Ainun mengidap kanker hanya 3 hari sebelumnya, tak pernah ada tanda-tanda dan tak pernah ada keluhan keluar dari ibu……………………”

Pak Habibie menghela nafas panjang dan tampak sekali ia sangat emosional serta mengalami luka hati yang mendalam………………………..seisi ruangan hening dan turut serta larut dalam emosi kepedihan pak Habibie, apalagi aku tanpa terasa air mata mulai menggenang.

Dengan suara bergetar dan setengah terisak pak Habibie melanjutkan……………………

“Dik, kalian tau……………..2 minggu setelah ditinggalkan ibu…………suatu hari, saya pakai piyama tanpa alas kaki dan berjalan mondar-mandir di ruang keluarga sendirian sambil memanggil-manggil nama ibu……… Ainun……… Ainun …………….. Ainun …………..saya mencari ibu di semua sudut rumah.

Para dokter yang melihat perkembangan saya sepeninggal ibu berpendapat ‘Habibie bisa mati dalam waktu 3 bulan jika terus begini…………..’ mereka bilang ‘Kita (para dokter) harus tolong Habibie’.

Para Dokter dari Jerman dan Indonesia berkumpul lalu saya diberinya 3 pilihan;

1. Pertama, saya harus dirawat, diberi obat khusus sampai saya dapat mandiri meneruskan hidup. Artinya saya ini gila dan harus dirawat di Rumah Sakit Jiwa!2. Opsi kedua, para dokter akan mengunjungi saya di rumah, saya harus berkonsultasi terus-menerus dengan mereka dan saya harus mengkonsumsi obat khusus. Sama saja, artinya saya sudah gila dan harus diawasi terus……………3. Opsi ketiga, saya disuruh mereka untuk menuliskan apa saja mengenai Ainun, anggaplah saya bercerita dengan Ainun seolah ibu masih hidup.

Saya pilih opsi yang ketiga……………………….”

Tiba-tiba, pak Habibie seperti teringat sesuatu (kita yang biasa mendengarkan beliau juga pasti maklum bahwa gaya bicara pak Habibie seperti meloncat kesana-kemari dan kadang terputus karena proses berpikir beliau sepertinya lebih cepat dibandingkan kecepatan berbicara dalam menyampaikan sesuatu) …………………. ia melanjutkan pembicaraannya;

“Dik, hari ini persis 600 hari saya ditinggal Ainun…………..dan hari ini persis 597 hari Garuda Indonesia menjemput dan memulangkan ibu Ainun dari Jerman ke tanah air Indonesia………….

Saya tidak mau menyampaikan ucapan terima kasih melalui surat…………. saya menunggu hari baik, berminggu-minggu dan berbulan-bulan untuk mencari momen yang tepat guna menyampaikan isi hati saya. Hari ini didampingi anak saya Ilham dan keponakan saya, Adri maka saya, Habibie atas nama seluruh keluarga besar Habibie mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya, kalian, Garuda Indonesia telah mengirimkan sebuah Boeing B747-400 untuk menjemput kami di Jerman dan memulangkan ibu Ainun ke tanah air bahkan memakamkannya di Taman Makam Pahlawan. Sungguh suatu kehormatan besar bagi kami sekeluarga. Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih atas bantuan Garuda Indonesia”

Seluruh hadirin terhenyak dan saya tak kuasa lagi membendung air mata…………………………

Setelah jeda beberapa waktu, pak Habibie melanjutkan pembicaraannya;

“Dik, sebegitu banyak ungkapan isi hati kepada Ainun, lalu beberapa kerabat menyarankan agar semua tulisan saya dibukukan saja, dan saya menyetujui…………………

Buku itu sebenarnya bercerita tentang jalinan kasih antara dua anak manusia. Tak ada unsur kesukuan, agama, atau ras tertentu. Isi buku ini sangat universal, dengan muatan budaya nasional Indonesia. Sekarang buku ini atas permintaan banyak orang telah diterjemahkan ke beberapa bahasa, antara lain Inggris, Arab, Jepang….. (saya lupa persisnya, namun pak Habibie menyebut 4 atau 5 bahasa asing).Sayangnya buku ini hanya dijual di satu toko buku (pak Habibie menyebut nama satu toko buku besar), sudah dicetak 75.000 eksemplar dan langsung habis. Banyak orang yang ingin membaca buku ini tapi tak tahu dimana belinya. Beberapa orang di daerah di luar kota besar di Indonesia juga mengeluhkan dimana bisa beli buku ini di kota mereka.

Dik, asal you tahu…………semua uang hasil penjualan buku ini tak satu rupiahpun untuk memperkaya Habibie atau keluarga Habibie. Semua uang hasil penjualan buku ini dimasukkan ke rekening Yayasan yang dibentuk oleh saya dan ibu Ainun untuk menyantuni orang cacat, salah satunya adalah para penyandang tuna netra. Kasihan mereka ini sesungguhnya bisa bekerja dengan nyaman jika bisa melihat.

Saya berikan diskon 30% bagi pembeli buku yang jumlah besar bahkan saya tambahkan lagi diskon 10% bagi mereka karena saya tahu, mereka membeli banyak buku pasti untuk dijual kembali ke yang lain.

Sekali lagi, buku ini kisah kasih universal anak manusia dari sejak tidak punya apa-apa sampai menjadi Presiden Republik Indonesia dan Ibu Negara. Isinya sangat inspiratif……………….”

(pada kesempatan ini pak Habibie meminta sesuatu dari Garuda Indonesia namun tidak saya tuliskan di sini mengingat hal ini masalah kedinasan).

Saya menuliskan kembali pertemuan pak BJ Habibie dengan jajaran Garuda Indonesia karena banyak kisah inspiratif dari obrolan tersebut yang barangkali berguna bagi siapapun yang tidak sempat menghadiri pertemuan tsb. Sekaligus mohon maaf jika ada kekurangan penulisan disana-sini karena tulisan ini disusun berdasarkan ingatan tanpa catatan maupun rekaman apapun.

Jakarta, 12 Januari 2012

Salam,

Capt. Novianto Herupratomo

JANGAN TAKUT BERMIMPI

Bermimpilah setinggi-tingginya selama  mimpi itu masih gratis karena dari mimpi akan ada motivasi, dari motivasi akan ada aksi, dan dari aksi akan ada realisasi MIMPI ANDA AKAN MENJADI KENYATAAN. jika bermimpi besar saja anda takut bagaimana anda akan berani  melakukan tindakan?

salam sukses

KISAH LEE MYUNG BAK

Jika Anda sering mendengarkan filosofi “Success is My Right”, yakni sukses adalah hak milik siapa saja, barangkali kisah yang dialami presiden terpilih Korea Selatan ini mampu menjadi contoh nyata. Lee Myung-bak yang baru saja memenangkan pemilu di Korea ternyata punya masa lalu yang sangat penuh derita. Namun, dengan keyakinan dan perjuangannya, ia membuktikan, bahwa siapa pun memang berhak untuk sukses. Dan bahkan, menjadi orang nomor satu di sebuah negara maju layaknya Korea Selatan.

Coba bayangkan fakta yang dialami oleh Lee pada masa kecilnya ini. Jika sarapan, ia hanya makan ampas gandum. Makan siangnya, karena tak punya uang, ia mengganjal perutnya dengan minum air. Saat makan malam, ia kembali harus memakan ampas gandum. Dan, untuk ampas itu pun, ia tak membelinya. Keluarganya mendapatkan ampas itu dari hasil penyulingan minuman keras. Ibaratnya, masa kecil Lee ia harus memakan sampah.

Terlahir di Osaka, Jepang, pada 1941, saat orangtuanya menjadi buruh tani di Jepang, ia kemudian besar di sebuah kota kecil, Pohang, Korea. Kemudian, saat remaja, Lee menjadi pengasong makanan murahan dan es krim untuk membantu keluarga. “Tak terpikir bisa bawa makan siang untuk di sekolah,”sebut Lee dalam otobiografinya yang berjudul “There is No Myth,” yang diterbitkan kali pertama pada 1995.

Namun, meski sangat miskin, Lee punya tekad kuat untuk menempuh pendidikan tinggi. Karena itu, ia belajar keras demi memperoleh beasiswa agar bisa meneruskan sekolah SMA. Kemudian, pada akhir 1959, keluarganya pindah ke ibukota, Seoul, untuk mencari penghidupan lebih baik. Namun, nasib orangtuanya tetap terpuruk, menjadi penjual sayur di jalanan. Saat itu, Lee mulai lepas dari orangtua, dan bekerja menjadi buruh bangunan. “Mimpi saya saat itu adalah menjadi pegawai,” kisahnya dalam otobiografinya.

Lepas SMA, karena prestasinya bagus, Lee berhasil diterima di perguruan tinggi terkenal, Korea University. Untuk biayanya, ia bekerja sebagai tukang sapu jalan. Saat kuliah inilah, bisa dikatakan sebagai awal mula titik balik kehidupannya. Ia mulai berkenalan dengan politik. Lee terpilih menjadi anggota dewan mahasiswa, dan telibat dalam aksi demo antipemerintah. Karena ulahnya ini ia kena hukuman penjara percobaan pada 1964.

Vonis hukuman ini nyaris membuatnya tak bisa diterima sebagai pegawai Hyundai Group. Sebab, pihak Hyundai kuatir, pemerintah akan marah jika Lee diterima di perusahaan itu. Namun, karena tekadnya, Lee lantas putar otak. Ia kemudian membuat surat ke kantor kepresidenan. Isi surat bernada sangat memelas, yang intinya berharap pemerintah jangan menghancurkan masa depannya. Isi surat itu menyentuh hati sekretaris presiden, sehingga ia memerintahkan Hyundai untuk menerima Lee sebagai pegawai.

Di perusahaan inilah, ia mampu menunjukkan bakatnya. Ia bahkan kemudian mendapat julukan “buldozer”, karena dianggap selalu bisa membereskan semua masalah, sesulit apapun. Salah satunya karyanya yang fenomonal adalah mempreteli habis sebuah buldozer, untuk mempelajari cara kerja mesin itu. Di kemudian hari, Hyundai memang berhasil memproduksi buldozer.

Kemampuan Lee mengundang kagum pendiri Hyundai, Chung Ju-yung. Berkat rekomendasi pimpinannya itu, prestasi Lee terus melesat. Ia langsung bisa menduduki posisi tertinggi di divisi konstruksi, meski baru bekerja selama 10 tahun. Dan, di divisi inilah, pada periode 1970-1980 menjadi mesin uang Hyundai karena Korea Selatan tengah mengalami booming ekonomi sehingga pembangunan fisik sangat marak.

Setelah 30 tahun di Hyundai, Lee mulai masuk ke ranah politik dengan masuk jadi anggota dewan pada tahun 1992. Kemudian, pada tahun 2002, ia terpilih menjadi Wali Kota Seoul. Dan kini, tahun 2007, Lee yang masa kecilnya sangat miskin itu, telah jadi orang nomor satu di Korea Selatan. Sebuah pembuktian, bahwa dengan perjuangan dan keyakinan, setiap orang memang berhak untuk sukses.

Keberhasilan hidup Lee, mulai dari kemelaratan yang luar biasa hingga menjadi orang nomor satu di Korea Selatan, adalah contoh nyata betapa tiap orang bisa merubah nasibnya. Jika orang yang sangat miskin saja bisa sukses, bagaimana dengan kita? Mulailah dengan keyakinan, perjuangan, dan kerja keras, maka jalan sukses akan terbuka bagi siapapun.

TUHAN TIDAK ADIL, TUHAN TIDAK MENGERTI UMATNYA

Dunia memang tidak semuanya indah, tidak semuanya manis dan tidak semua beruntung. Tidak ada kata “Tuhan Tidak Adil” karena semua yang diberikan Dia adalah keadilan. Mereka yang merasa dekat dengan Tuhan namun kehidupannya masih tetap saja sulit namun mereka yang hidupnya jauh dari Tuhan selalu diberi kemudahan dan keindahan dunia, Adilkah Tuhan????? Tuhan sangat sangat sangat TIDAK ADIL….. jika takaran berpikir kita adalah perlakuan manusia. kita terkadang tidak menyadari bahwa kesulitan yang diberikan bagi si ahli ibadah adalah sebuah ujian karena tingkatan ketaqwaanya, makin tinggi taqwa seseorang maka ujian yang diberikan oleh Tuhan akan lebih sulit namun imbalan yang dijanjikan Tuhan akan sangat begitu indah.

ketika kita tidak mendapatkan sesuatu yang sangat kita inginkan maka kita akan kecewa, bahkan kita akan sangat marah. TUHAN TIDAK MENGERTI UMATNYA…….itu adalah kata yang sering terucap dalam hati kita ketika kita mengalami kekecawaan. padahal Tuhan lebih mengerti apa yang kita butuhkan daripada diri kita sendiri. yakinlah ketika kita tidak mendapatkan hal yang kita inginkan itu karena Tuhan tahu apa yang lebih pantas untuk kita dapatkan dan yakinlah bahwa Tuhan sudah mempersiapkan sesuatu yang terbaik untuk kita.

Yakinlah Do’a kita dikabulkan Tuhan walaupun Tuhan akan mengabulkannya diwaktu yang tepat menurut Dia

Yakinlah apa yang diberikan Tuhan adalah yang terbaik untuk kita walaupun yang diberikan Tuhan kita tidak suka

Yakinlah Tuhan Maha Adil dan Maha Pemurah

Yuk Ikhlas dalam segalamnya 🙂

Menunggu “Lakiku”

menunggu lakiku

Sore itu memang begitu indah untuk dipandang, matahari perlahan  meninggalkan aku sendirian dalam penantian hanya meninggalkan meganya yang sesekali menghiburku. aku tahu Tuhan… “lakiku” tidak akan melupakan aku, aku yakin ia akan kembali seperti sediakala. menyapa, tersenyum dan sedikit memberikan ciuman mesra dikeningku.

Tuhan aku yakin Engkau tahu semua rasa yang terpendam dalam hati ini. rasa yang sedikit aneh, rasa yang selama ini tidak pernah aku rasakan, rasa yang selama ini menambah rasa kagumku kepada imam yang Engkau kirimkan untuk menuntunku. ……….

sorenya telah hilang malamnyapun hadir menghampiri perlahan, Tuhan tahu umatNya memang tidak siap menerima kegelapan. Iapun menciptakan sore untuk memberikan persiapan menghadapi gelap malam-Nya. ….

Pojokkantor

mencoba mencari sesuatu yang disembunyikan Tuhan agar umatnya terus berupaya untuk mencari